SUMONGGO

SUGENG RAWUH TENG GENE BLOGSPOTe *V* KARANG TARUNA KUSUMA BHAKTI KECAMATAN SUMPIUH SELAMAT DATANGWELCOME

Download

KARANG TARUNA KUSUMA BHAKTI KECAMATAN SUMPIUH MASA BAKTI 2015-2020 ## “TOP SEDAYA” ## ==== > [PEMBINA UMUM // Camat Sumpiuh : Abdul Kudus, S.IP] }*{ [PEMBINA FUNGSIONAL // Kasi Pemberdaya Masyarakat : Tjahjo Sudarmanto, B.Sc., S.H] }*{ [KETUA : (I). Ahmad Mukhlasin, M.Pd.I. (II). Ahmad Edi Wibowo, A.Md.] }*{ [SEKRETARIS : (I) Roijan, (II) Misno.] }*{ [BENDAHARA : (I) Robangi, (II). Andi Purnomo, A.Md.] }*{ [Bidang Pengembangan Masyarakat : (I) Ahmad Daroji, (II) Ahmad Fauzi] }*{ [Bidang Usaha Ekonomi/Koperasi dan Usaha Kesejahteraan Sosial : (I) Sarijan, (II) Bambang Tri Widiantoro, A.Md] }*{ [Bidang Pengabdian Masyarakat : (I) Samsudin, (II) Harjito] }*{ [Bidang Pengembangan Kegiatan Rokhani/Mental : (I) Ahmad Ali Rohman, S.Pd.I, (II) Afifudin] }*{ [Bidang Pengembangan Kegiatan Olahraga dan Seni Budaya : (I) Supriyanto, (II). Irawan Wibowo] }*{ [Bidang Pengembangan Lingkungan Hidup dan Pariwisata : (I) Veery, (II) Imam Sartono] }*{ [Bidang Hukum/Advokasi Humas dan Kerja sama Kemitraan : (I) Habib Alwi, A. Ma.Pd.OR, (II) Ifnu Kurniawan]

Senin, 19 Juni 2017

KUSUMA BHAKTI REST AREA 2017

Karang Taruna Kusuma Bhakti Kecamatan Sumpiuh pada kesempatan Ramadan dan Syawwal 1438 H, kembali meluangkan waktunya guna aktifitas sosial, di bulan Ramadhan yang tidak bisa terlepas dari kegiatan Religi, sebagai Humman Social pemuda yang tergabung organisasi Karang Taruna kususnya Kusuma Bhakti Kecamatan Sumpiuh memberi kemudahan dan kenyamanan dalam pemanfaatan fasilitas masyarakat secara umum. 
Pada kegiatan yang berkenaan langsung dengan masyarakat umum dalam hal ini Karang Taruna Kusuma Bhakti Kecamatan Sumpiuh membangun Rest Area dengan tujuan kenyamanan pengguna jalan raya baik bagi pemudik maupun warga sekitar (masyarakat sumpiuh). Pada kesempatan kali ini KUSUMA BHAKTI REST AREA terdapat pada dua lokasi yaitu di kelurahan Kradenan (lingkar Sumpiuh) pada titik koordinat -7.6084881,109.3721959. dan yang kedua di Desa Lebeng (Jalur Nasional) pada titik koordinat -7.6274052,109.3430141.
Kegiatan ini dimulai pada H- 7 sampai dengan H+5 Idul Fitri 1438 H yang keseluruhan dananya bersumber dari sukarela Anggota. Selain kegiatan Rest Area, Karang Taruna Kusuma Bhakti selama Bulan Ramadhan juga mengagendakan Subuh Keliling, Buka Bersama, Tarawih Keliling dan sebagai tenaga pembantu Masjid dan Musholla dalam penyaluran Zakat Fitrah. Sedangkan pada hari terakhir Ramadhan 1438 H hingga malam 1 Syawwal anggota Karang Taruna Khususnya Putri membuat agenda bagi-bagi Ta’jil yang direncanakan di titik temu jalur nasional dengan lingkar Sumpiuh. Dari berbagai rangkaian kegiatan baik yang sudah terlaksana maupun baru direncanakan ini melibatkan 362 Anggota Karang Taruna dengan berbagai keahlian dan kemampuan pada bidangnya masing-masing. #salam Aditya Karya Mahatva Yodha ~[]Berita Kusuma_Bhakti_Kec_Sumpiuh[]~

Kamis, 01 Juni 2017

PANCASILA

SAYA KARANG TARUNA, SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA;
Lahirnya Pancasila adalah judul pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan") pada tanggal 1 Juni 1945. Dalam pidato inilah konsep dan rumusan awal "Pancasila" pertama kali dikemukakan oleh Soekarno sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Pidato ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPK Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato yang kemudian dibukukan oleh BPUPK tersebut. Sejak tahun 2017, hari tersebut resmi menjadi hari libur nasional.
LATAR BELAKANG;
Menjelang kekalahan Tentara Kekaisaran Jepang di akhir Perang Pasifik, tentara pendudukan Jepang di Indonesia berusaha menarik dukungan rakyat Indonesia dengan membentuk Dokuritsu Junbi Cosakai (bahasa Indonesia: "Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan" atau BPUPKI, yang kemudian menjadi BPUPKI, dengan tambahan "Indonesia"). Badan ini mengadakan sidangnya yang pertama dari tanggal 29 Mei (yang nantinya selesai tanggal 1 Juni 1945).Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Rapat pertama ini diadakan di gedung Chuo Sangi In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut merupakan gedung Volksraad (bahasa Indonesia: "Perwakilan Rakyat"). Setelah beberapa hari tidak mendapat titik terang, pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mendapat giliran untuk menyampaikan gagasannya tentang dasar negara Indonesia merdeka, yang dinamakannya "Pancasila". Pidato yang tidak dipersiapkan secara tertulis terlebih dahulu itu diterima secara aklamasi oleh segenap anggota Dokuritsu Junbi Cosakai. Selanjutnya Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk Panitia Kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-Undang Dasar dengan berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Dibentuklah Panitia Sembilan (terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin) yang ditugaskan untuk merumuskan kembali Pancasila sebagai Dasar Negara berdasar pidato yang diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945, dan menjadikan dokumen tersebut sebagai teks untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah melalui proses persidangan dan lobi-lobi akhirnya rumusan Pancasila hasil penggalian Bung Karno tersebut berhasil dirumuskan untuk dicantumkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945, yang disahkan dan dinyatakan sah sebagai dasar negara Indonesia merdeka pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh BPUPKI. Dalam kata pengantar atas dibukukannya pidato tersebut, yang untuk pertama kali terbit pada tahun 1947, mantan Ketua BPUPKI Dr. Radjiman Wedyodiningrat menyebut pidato Ir. Soekarno itu berisi “Lahirnya Pancasila”. ”Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “Lahirnya Pancasila” ini, akan ternyata bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar Negara kita, yang menjadi Rechtsideologie Negara kita; suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno, dan yang telah keluar dari jiwanya secara spontan, meskipun sidang ada dibawah penilikan yang keras dari Pemerintah Balatentara Jepang. Memang jiwa yang berhasrat merdeka, tak mungkin dikekang-kekang! Selama Fascisme Jepang berkuasa dinegeri kita, Demokratisch Idee tersebut tak pernah dilepaskan oleh Bung Karno, selalu dipegangnya teguh-teguh dan senantiasa dicarikannya jalan untuk mewujudkannya. Mudah-mudahan ”Lahirnya Pancasila” ini dapat dijadikan pedoman oleh nusa dan bangsa kita seluruhnya dalam usaha memperjuangkan dan menyempurnakan Kemerdekaan Negara.”
GARUDA PANCASILA; Burung garuda berwarna kuning emas mengepakkan sayapnya dengan gagah menoleh ke kanan. Dalam tubuhnya mengemas kelima dasar dari Pancasila.  Di tengah tameng yang bermakna benteng ketahanan filosofis, terbentang garis tebal yang bermakna garis khatulistiwa, yang merupakan lambang geografis lokasi Indonesia.  Kedua kakinya yang kokoh kekar mencengkeram kuat semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Berbeda-beda, Namun Tetap Satu. Secara tegas bangsa Indonesia telah memilih burung garuda sebagai lambang kebangsaannya yang besar, karena garuda adalah burung yang penuh percaya diri, energik dan dinamis.  Ia terbang menguasai angkasa dan memantau keadaan sendiri, tak suka bergantung pada yang lain.  Garuda yang merupakan lambang pemberani dalam mempertahankan wilayah, tetapi dia pun akan menghormati wilayah milik yang lain sekalipun wilayah itu milik burung yang lebih kecil.  Warna kuning emas melambangkan bangsa yang besar dan berjiwa priyagung sejati. Burung garuda yang juga punya sifat sangat setia pada kewajiban sesuai dengan budaya bangsa yang dihayati secara turun temurun.  Burung garuda pun pantang mundur dan pantang menyerah.  Legenda semacam ini juga diabadikan sangat indah oleh nenek moyang bangsa Indonesia pada candi dan di berbagai prasasti sejak abad ke-15. Keberhasilan bangsa Indonesia dalam meraih cita-citanya menjadi negara yang merdeka bersatu dan berdaulat pada tanggal 17 Agustus 1945, tertera lengkap dalam lambang garuda.  17 helai bulu pada sayapnya yang membentang gagah melambangkan tanggal 17 hari kemerdekaan Indonesia, 8 helai bulu pada ekornya melambangkan bulan Agustus, dan ke-45 helai bulu pada lehernya melambangkan tahun 1945 adalah tahun kemerdekaan Indonesia.  Semua itu memuat kemasan historis bangsa Indonesia sebagai titik puncak dari segala perjuangan bangsa Indonesia untuk mendapatkan kemerdekaannya yang panjang.  Dengan demikian lambang burung garuda itu semakin gagah mengemas lengkap empat arti visual sekaligus, yaitu makna filosofis, geografis, sosiologis, dan historis. Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh, cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil dari penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu sendiri dapat kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang terletak di Kabupaten Malang tepatnya: Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan dan warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita pewayangan Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus ke kanan. Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
§  Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
§  Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
§  Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
§  Jumlah bulu di leher berjumlah 45
PERISAI: Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai tersebut dibagi menjadi lima bagian: bagian latar belakang dibagi menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah.
EMBLEM: Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.
BINTANG TUNGGAL: Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi sekuler sosialisme.
RANTAI EMAS: Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai yang disusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria.
POHON BERINGIN: Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina) adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang – sebuah akar tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.
KEPALA BANTENG: Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus) atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan bersama (musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
PADI KAPAS: Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Padi dan kapas (yang menggambarkan sandang dan pangan) merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.
MOTTO: Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari kalimat bahasa Jawa Kuno karangan Mpu Tantular yang berarti “Walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu” yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, adat-istiadat, kepercayaan, namun tetap adalah satu bangsa, bahasa, dan tanah air.